Rabu, 04 April 2012

KELUARGA PEMBULUNG HIDUP DARI TPA
Tanjungpinang ( 5/4 ) rabu siang terlihat banyak pembulung yang mengais-ngais sampah ditumpukan sampah yang sudah menggunung di area TPA Ganet yang sudah berdiri sejak tahun 1985. 
TPA yang terdapat diganet merupakan salah satu tempat pembuangan sampah terbesar satu-satunya yang ada ditanjungpinang.TPA Ganet mempunyai luas sekitar 12 hektar dan baru dipakai 6 hektar dengan jarak dari rumah warga sekitar 20 Km. Bapak Edi merupakan salah satu pegawai yang bekerja diTPA ini,ia menjabat sebagai staf  TPA.Pak Edi sudah bekerja selama 8 tahun diTPA. Ia mengatakan bahwa disinilah setiap harinya para pembulung mencari sampah. Pembulung ini berasal dari sekitar daerah itu juga tempat tinggalnya dan ada juga yang berasal dari Kijang, Tetapi pembulung yang berasal dari Kijang ini hanya mengambil sampah untuk makanan ternak.
Untuk memasuki area TPA ini tidak boleh sembarangan karena tempat ini merupakan tempat khusus, namun bagi para pembulung mereka dibebaskan untuk memasuki tempat ini untuk mencari sampah yang kira-kira masih dapat untuk dijual dan bernilai ekonomi. Staf TPA ini mengakui kehadiran pemulung ini sangat membantu mereka dalam pengelolaan sampah karena dengan adanya pemulung mereka dapat memilah sampah-sampah itu secara teratur dan baik.pemilahan sampah yang bernilai ekonomi di ambil oleh para pembulung dan sisanya di kelola secara Open Damping Controlenvil yang menghasilkan gas dan di fungsikan oleh TPA tersebut,sisa dari pemilahan hanya di tumpuk tidak boleh di bakar karna melanggar peraturan PERDA.
Di lokasi TPA Ganet juga tampak kolam besar berwarana hijau pekat berbau menyengat yang merupakan tempat pembuangan tinja dari septitank daerah kota tanjung pinang.
Sampah ini diambil dari seluruh daerah tanjungpinang dengan lori yang sudah disiapkan kemudian sampah itu dibuang diarea TPA yang terdapat diganet ini. Dalam satu hari bisa mencapai 45 lori dumptruck bermuatan 10 kubik dan 2 amroll yang bermuatan 8 kubik mengantar sampah di TPA Ganet. Sampah yang berada diarea TPA ini tidak semuanya dikelola,hanya sebagiannya saja karena jika ingin dikelola semua maka akan memerlukan biaya yang sangat besar. Ucap bapak Edi selaku  staf  yang bertugas disana.
TPA ini merupakan tempat sebagian pembulung untuk mencari nafkah. Terik matahari yang begitu menyengat tidak dipedulikan lagi oleh mereka. Mereka asik mengais-ngais  sampah dengan semangat yang uniknya lagi saat lori Dumptruck datang mereka mengerumuni lori tersebut bagai semut yang mengerumuni gula. Tumpukan sampah yang begitu kotor  dan begitu busuk tidak lagi dipedulikan mereka karena bagi mereka itu sudah menjadi hal yang biasa. Sampah merupakan benda yang sangat kotor dan menjijikan bagi kita semua namun tidak dengan para pembulung ini. Mereka malah sebaliknya,sampah adalah benda yang sering mereka cari untuk melangsungkan kehidupan mereka.
Di TPA ini juga terlihat anak-anak yang berada disana tetapi mereka tidak ikut mulung hanya datang untuk main-main dan menunggu ibunya yang sedang bekerja untuk mencari nafkah.Para pembulung ini mengakui bahwa ia bekerja sebagai pemulung demi melangsungkan kehidupan mereka karena sekarang ini tingkat ekonomi yang begitu tinggi sementara lapangan pekerjaan tidak banyak. Pekerjaan memulung ini juga tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari karena pendapatan yang mereka dapat sangat rendah dibandingkan dengan ekonomi yang harus dihadapi mereka sekarang ini. Dalam satu hari rata-rata mereka hanya mendapatkan Rp 10.000,- hingga Rp 30.000,-. Pendapatan yang mereka peroleh sangat tidak sebanding dengan kerja keras yang sudah mereka lakukan. Setiap harinya mereka harus menahan kulit dari terikan matahari dan berbaur dengan tempat yang kotor serta bau sampah yang sangat menyengat itu.Salah satu dari pembulung ini mengatakan bahwa “ Tidak ada orang yang mau jadi pembulung dan berbaur ditempat yang kotor ini, tapi mau gimana lagi, jika tidak kerja maka tidak makan “.
Setiap sampah yang datang mereka anggap sebagai peluang yang sangat berharga untuk mereka. Begitu juga dengan Ibu Ncik, salah satu pembulung yang bekerja di TPA Ganet.Ia tinggal disebuah gubuk kecil bersama suaminya.Ia mengaku bekerja sebagai   pembulung sudah hampir satu tahun Ia  dan suaminya bekerja sebagai pembulung demi mencukupi kebutuhan mereka dan anak-anaknya.Pendapatan ibu ncik satu harinya sekitar Rp 30.000,-.Begitu juga dengan Ibu yang malu-malu dan bahkan tidak mau menyebut namanya entah mengapa Wartawan Tribunpun tidak tahu penyebabnya namun setelah sekian lama berbicara akhirnya Ibu ini mau menceritakan sedikit kisah hidupnya,Ibu yang separuh baya ini mengaku umurnya 60 tahun,tinggal di gubuk kecil di daerah TPA Ganet dengan seorang anak yang terkena gangguan jiwa.Jam kerja dan penghasilannya tidak sama dengan pembulung yang lain.”Penghasilan Saya hanya Rp13.000,- perhari tidak seperti yang lain karena Saya sudah tidak terlalu kuat lagi bekerja serta jam kerja Saya tidak terlalu lama karena harus istirahat dan sholat zuhur,merawat anak saya yang gangguan jiwa setelah zuhur baru saya bisa bekerja lagi sampai jauh sebelum maghrib saya harus pulang siap-siap sholat maghrib dan mengurus anak Saya”Ujar Ibu yang tidak mau menyebut namanya.(Ich&Yy)