Tanjungpinang ( 5/4 ) rabu siang
terlihat banyak pembulung yang mengais-ngais sampah ditumpukan sampah yang
sudah menggunung di area TPA Ganet
yang sudah berdiri sejak tahun 1985.
TPA yang terdapat
diganet merupakan salah satu tempat pembuangan sampah terbesar satu-satunya yang
ada ditanjungpinang.TPA Ganet mempunyai luas sekitar 12 hektar dan baru dipakai 6 hektar dengan jarak dari rumah warga sekitar 20 Km. Bapak Edi merupakan salah satu pegawai yang bekerja diTPA ini,ia
menjabat sebagai staf TPA.Pak Edi sudah bekerja selama 8 tahun diTPA. Ia mengatakan bahwa disinilah setiap harinya para
pembulung mencari sampah. Pembulung ini berasal dari sekitar daerah itu juga
tempat tinggalnya dan ada juga yang berasal dari Kijang, Tetapi pembulung yang berasal dari Kijang ini hanya mengambil
sampah untuk makanan ternak.
Untuk memasuki area TPA ini tidak boleh sembarangan karena tempat ini
merupakan tempat khusus, namun bagi para pembulung mereka dibebaskan untuk
memasuki tempat ini untuk mencari sampah yang kira-kira masih dapat untuk dijual
dan bernilai ekonomi. Staf TPA ini mengakui kehadiran pemulung ini sangat
membantu mereka dalam pengelolaan sampah karena dengan adanya pemulung mereka
dapat memilah sampah-sampah itu secara teratur dan baik.pemilahan sampah yang
bernilai ekonomi di ambil oleh para pembulung dan sisanya di kelola secara Open Damping Controlenvil yang
menghasilkan gas dan di fungsikan oleh TPA tersebut,sisa dari pemilahan hanya
di tumpuk tidak boleh di bakar karna melanggar peraturan PERDA.
Di lokasi TPA Ganet juga tampak kolam besar berwarana hijau pekat berbau
menyengat yang merupakan tempat pembuangan tinja dari septitank daerah kota
tanjung pinang.
Sampah ini diambil dari seluruh daerah tanjungpinang dengan lori yang
sudah disiapkan kemudian sampah itu dibuang diarea TPA yang terdapat diganet
ini. Dalam satu hari bisa mencapai 45 lori dumptruck bermuatan 10 kubik dan 2
amroll yang bermuatan 8 kubik mengantar sampah di TPA Ganet. Sampah yang berada
diarea TPA ini tidak semuanya dikelola,hanya sebagiannya saja karena jika ingin
dikelola semua maka akan memerlukan biaya yang sangat besar. Ucap bapak Edi
selaku staf yang bertugas disana.
TPA ini merupakan
tempat sebagian pembulung untuk mencari nafkah. Terik matahari yang begitu
menyengat tidak dipedulikan lagi oleh mereka. Mereka asik mengais-ngais sampah dengan semangat yang uniknya lagi saat lori Dumptruck datang
mereka mengerumuni lori tersebut bagai semut yang mengerumuni gula. Tumpukan sampah yang begitu kotor
dan begitu busuk tidak lagi dipedulikan mereka karena bagi mereka itu
sudah menjadi hal yang biasa. Sampah
merupakan benda yang sangat kotor dan menjijikan bagi kita semua namun tidak dengan para
pembulung ini. Mereka malah sebaliknya,sampah adalah benda yang sering mereka cari untuk
melangsungkan kehidupan mereka.
Di TPA ini juga
terlihat anak-anak yang berada disana tetapi mereka tidak ikut mulung hanya datang untuk
main-main dan menunggu ibunya yang sedang bekerja untuk mencari nafkah.Para pembulung ini
mengakui bahwa ia bekerja sebagai
pemulung demi melangsungkan kehidupan mereka karena sekarang ini tingkat
ekonomi yang begitu tinggi sementara lapangan pekerjaan tidak banyak. Pekerjaan
memulung ini juga tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari karena pendapatan
yang mereka dapat sangat rendah dibandingkan dengan ekonomi yang harus dihadapi
mereka sekarang ini. Dalam satu hari rata-rata mereka hanya mendapatkan Rp
10.000,- hingga Rp 30.000,-. Pendapatan yang mereka peroleh sangat tidak
sebanding dengan kerja keras yang sudah mereka lakukan. Setiap harinya mereka
harus menahan kulit dari terikan matahari dan berbaur dengan tempat yang kotor
serta bau sampah yang sangat menyengat itu.Salah satu dari pembulung ini
mengatakan bahwa “ Tidak ada orang yang mau jadi pembulung dan berbaur ditempat
yang kotor ini, tapi mau gimana lagi, jika tidak kerja maka tidak makan “.
Setiap sampah
yang datang mereka anggap sebagai peluang yang sangat berharga untuk mereka.
Begitu juga dengan Ibu Ncik,
salah satu pembulung yang bekerja di TPA
Ganet.Ia tinggal disebuah gubuk kecil bersama suaminya.Ia
mengaku bekerja sebagai pembulung sudah
hampir satu tahun Ia dan suaminya bekerja sebagai
pembulung demi mencukupi kebutuhan mereka dan anak-anaknya.Pendapatan ibu ncik satu harinya sekitar Rp
30.000,-.Begitu juga dengan Ibu yang malu-malu dan bahkan tidak mau menyebut
namanya entah mengapa Wartawan Tribunpun tidak tahu penyebabnya namun setelah
sekian lama berbicara akhirnya Ibu ini mau menceritakan sedikit kisah
hidupnya,Ibu yang separuh baya ini mengaku umurnya 60 tahun,tinggal di gubuk
kecil di daerah TPA Ganet dengan seorang anak yang terkena gangguan jiwa.Jam
kerja dan penghasilannya tidak sama dengan pembulung yang lain.”Penghasilan
Saya hanya Rp13.000,- perhari tidak seperti yang lain karena Saya sudah tidak
terlalu kuat lagi bekerja serta jam kerja Saya tidak terlalu lama karena harus
istirahat dan sholat zuhur,merawat anak saya yang gangguan jiwa setelah zuhur
baru saya bisa bekerja lagi sampai jauh sebelum maghrib saya harus pulang
siap-siap sholat maghrib dan mengurus anak Saya”Ujar Ibu yang tidak mau
menyebut namanya.(Ich&Yy)